Rabu, 25 Desember 2013

Pada Suatu Malam



Pada suatu malam, ada jeritan kencang suara kehilangan. Aku terkejut, itu suara hatiku sendiri. Kedua mataku nyalang, ada yang membangunkan rindu dari tidur panjangnya. Keadaan kamarku beringsut seram, rasa kehilangan itu kembali datang, tiba-tiba, tanpa aba-aba atau pemberitahuan semuanya menjadi mencekam. Jam dinding pun hanya bungkam.

Pada suatu malam aku memeluk diriku sendiri, dengan sepasang lengan yang sedang gemetaran, gigil dingin kehilangan mulai mengikis kulitku, aku melamun sejenak, ini semua ulah nama panjang siapa?

Dalam kesunyian, aku beranjak, disela bisu hampa angin yang sekilas melintas, deru debar jantung menghentak kencang, seperti suara kendaraan dipanaskan; digeber-geber. Kesadaranku goyang mendulai hampir pingsan. Kurasa, malam sudah semakin membungkuk, mungkin dia enggan bertemu pagi, sepertinya aku mulai tak waras

Air mataku jatuh satu persatu pada tiap pijak yang setengah hati kujejak memaksa sendi-sendi kakiku yang bergerak, kecemasan semakin menyemarak, kehilangan menyalak. Kehilangan seakan seekor macan yang siap mencongkel keluar matamu, dan gemas sekali ingin membuatmu meneriakkan sumpah serapah.

Pikiranku menerawang, mencari sebab musabab semua ketiadaan. Rasanya kau terombang-ambing persepsi, seperti retorika pertanyaan yang menimpuki kepalamu tanpa henti. Kau hanyut pada bayanganmu sendiri. Sungguh, aku kelimpungan malam ini, semoga nanti pagi ada hujan tipis membasahi pekarangan taman kota dekat rumahmu, tempat rindu bunuh diri setahun lalu.

Biarkan aku tertidur di sana, di bangku kayu yang sudah reot itu, mungkin masih ada sisa-sisa hangat pantat kita dulu. Duduk berdua sambil berpandangan mata, dengan tangan menggamit jari masing-masing. Esok hari, kuziarahi makam kenangan, agar nyawanya tak menghantui bunga tidurku dengan memanggil kehilangan. Pada suatu malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar