Rabu, 25 Desember 2013

Surat Tentang Entah



Entah, sudah berapa purnama kulewati dengan anak kecil cengeng bernama rindu.
Entah, hanya ada satu nama yang masih betah berdiam di ingatanku.
Entah, aku hanya ingin banyak berkata, “ENTAH! ENTAH! AKU SENDIRI TAK TIDAK TAU KENAPA SELALU BERKATA ENTAH!”

Siapa lagi yang menjudikan harapannya di atas sajadah dan setiap kali menyebut amin air matanya selalu pecah!



Siapa lagi orang yang rela menggadaikan hatinya dengan semu meskipun banyak perempuan bergaun mewah dengan hiasan gincu menggoda dengan payudara?

SIAPA YANG PUNYA HATI SELAPANG ORANG TOLOL YANG SELALU MENANTI GADIS YANG TAK AKAN PERNAH KEMBALI?

Aku tak pernah peduli dikatai bodoh, goblok, atau kata-kata bangsat dan sumpah serapah lainnya dari orang-orang yang terlalu naif menghina benci si cinta yang begitu polos tak berdosa.

Penyair, pendosa, penyabar, pengeluh, profesor paling pintar sedunia, bahkan pengembara yang esok harinya akan mati diterkam serigala pun punya cinta.

Kubacakan puisi ini, anggap saja ini doa yang paling kupinta pada Tuhan, kubacakan dengan pongah marah-marah karena semua harapan-harapanku patah seperti ranting pohon tua yang tak mampu menjaga daun-daunya. Hati ini sudah terlalu sakit keras.

Ini surat cinta, tahukah kau Tuhan? Aku meremas kertasnya berkali-kali dengan kepalan tangan penuh lolongan tak bersuara. Tolong, tolong, tolong, lolong, tanda tangani surat cinta malam ini dengan aminMu.

Aku ingin memeluk cinta bersama dirinya, pertemukan aku dengannya, aku hanya ingin belajar mencintainya, salahkah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar